Spiga

Menulislah dengan rasa!

Kamis kemarin ketemu lagi dengan teman-teman di FLP bandung, seperti biasa di ruang Abu Bakar, mesjid salman ITB.
Alhamdulllah kang Irvan hadir dan memberikan materi tentang 'Menulislah dengan rasa'. Walau agak terlambat datangnya, tapi masih bisa menangkap materi dari kang Irvan (mantan ketua FLP & personil tim nasyid MUPLA).

"Menuliskah dengan rasa" ... begitu dia bilang. Materi terus bergulir .. semakin kesini, semakin tahu kenapa saya terkadang suka sulit sekali menelurkan tulisan. Dan hal itu disebabkan karena waktu menulis puisi atau cerpen, terlalu membesarkan/melibatkan pikirin, bukan rasa. Contohnya begini, saya mau menulis cerpen. Belum apa apa, saya sudah bingung dengan berbagai macam teori tentang cerpen, kalo cerpennya begini, nanti begitu, kalo cerpennya begitu, nanti begini.. pokoknya jadi ribet sendiri.

Belum lagi suka timbul pikiran, nanti kalo ceritanya begini reaksi pembaca bagaimana yach, kalo ceritanya begitu nanti pembaca marah .. dll .. dll . Akhirnya tulisanpun tidak jadi-jadi, kalaupun jadi, serasa ada yang kurang, nggak ada gregetnya, hambar.
Dan suatu kali saya pernah menulis puisi, tanpa memikirkan berbagai macam hal, tentang teori dll. Pokoknya saya jiwai apa yang akan saya tulis dan akhirnya tulisanpun mengalir sendiri, karena saya pada waktu itu bisa merasakan rasa dan menjiwai apa yang akan saya tulis. Dan ternyata saya tidak bosan menbaca puisi saya tersebut, ingin dan ingin lagi membacanya :)

Ada juga contoh menarik, bagaimana lagu-lagu jaman dulu, taruhlah lagu "imagine" dari John Lennon, yang sering dinyanyikan di TV ketika ada bom meledak dan musibah lainnya.

Imagine there's no heaven,
It's easy if you try,
No hell below us,
Above us only sky,
Imagine all the people
living for today...


Mengapa lagu tersebut begitu melegenda sampai sekarang ? karena ditulis dengan rasa? akibatnya tidak lekang dengan jaman. Atau banyak lagi lagu-lagu jaman baheula yang sekarang dirilis ulang.
Atau contoh lain, lihatlah bagaimana Tafsir Fi Dzilalil-Quran - Sayyid Qutb (nama lengkapnya Ibrahim Husain Shadhili Sayyid Qutb) begitu monumental dan banyak dipakai sebagai rujukan. Padahal Tafsir tersebut beliau tulis waktu di penjara akibat kekejaman penguasa mesir waktu itu. Dan sampai akhir hayatnya ketika beliau syahid di tiang gantungan, Sayyid Qutb tidak pernah tahu bahwa serpihan-serpihan tafsir yang dia tulis di penjara, dikumpulkan oleh keluarganya dan kemudian dicetak menjadi sebuah Tafsir Fi Dzilalil-Quran.
Dengan rasa, penjiwaan dan kedekatan beliau dengan Allah lah yang menyebabkan tafsir fi dzilalil Quran mempunyai 'rasa' yang berbeda. Allahu alam.

Dan, baru setelah menulis dengan rasa, libatkanlah pikiran untuk mengecek lagi tulisan kita :)

Akhirnya .. yuk kita menulis dengan rasa!
Mungkin tulisan saya ini debatable, tapi setidaknya menulis dengan rasa, sangat terasa manfaatnya bagi saya. Tentunya menulis di sini adalah menulis karya sastra. Tulisan ilmiah, teknologi dll bisa jadi berbeda cara dan 'rasa'-nya :)

Allahu alam.

~ IdE ~
#24/09/04#